DOG Room


Ancient Luang Prabang Hotel | Photo:  © perempuancahaya 2012

Jalanan berkelok-kelok. Serasa mengalami deja vu. Antara merasa berada di Goa-India, bercampur dengan perasaan berada di pelosok Magelang. Ah, benar-benar tak tahu ini seperti dimana. Pohon-pohon pinus yang seragam. Perbukitan. Mirip jalan pegunungan menuju puncak Merapi juga.

Perjalanan yang kusangka bakal melelahkan ternyata hanya menyita waktu sekitar 15 menit. Aku agak kuatir karena harus berpisah tempat menginap dengan Baby dan Dalish. Aku mencoba menanyakan jarak antara Phousi Hotel dan Ancient Luang Prabang Hotel pada sopir Elf. Dengan bahasa Inggris sekenanya, ia menjawab, jarak kedua hotel tersebut cukup dekat. Kembali aku menghembuskan nafas lega. Syukurlah. Aku harus mendeteksi keberadaan Baby. Dia kawan jalan yang seru dengan selera makan yang mirip-mirip, dan selain itu keahlian memilih dan menawar souvenir-nya belum ada yang menandingi. Tidak boleh dibiarkan hilang begitu saja. That's why.

Daaaaaaan, Elf memperlambat lajunya disebuah pertigaan, berbelok ke kanan, lalu melipir ke kiri jalan. Akhirnya, di hotel inilah kami merapat, Ancient Luang Prabang Hotel.


Tampilan luarnya tidak terlalu spektakuler bukan? Lebih mirip rumah kos-kosan mahasiswa kelas menengah. Tapi coba pusatkan pandangan pada patisserie di pelataran hotel. Menurut Rachel, memang disinilah kelebihan Laos dibanding negara-negara Asia Tenggara lainnya. Negara yang pernah diduduki Perancis ini konon menyisakan tangan-tangan terampil mengolah pastry yang rasanya nikmat maksimal.

Ancient Luang Prabang - Pattisserie | Photo: © perempuancahaya 2012
Sembari menyeret si merah menuju lobi di sayap kiri hotel, mataku tak kuasa menghindari melirik hamparan kue-kue yang memicu terbitnya air liur. Apalagi sandwich Laos Airline sama sekali tidak kusentuh. Ini bukan lagi lapar mata. Tapi, lapar yang sebenar-benarnya.

Rose memimpin rombongan beranggotakan delapan perempuan menuju lobi. Celoteh ceria tak henti-henti terdengar memekakkan pendengaran di lobi sempit Ancient. Sementara koper dan tas jinjing memenuhi area lobi yang berbentuk memanjang.

Ancient Luang Prabang Hotel - Lobby | Photo:  © perempuancahaya 2012

Lobi Ancient dihiasi meja kayu pendek dilapis pernis coklat tua yang ditunggui dua orang pria berseragam kaus polo hijau. Mereka berdua sibuk mencatat nama sesuai paspor masing-masing, kemudian mengulurkan gantungan kunci kayu bulat berukirkan gambar hewan.

Hotel ini memang unik. Kamarnya ada 12. Dan kamar-kamar tersebut dinamai berdasarkan 12 shio dalam zodiak China. Satu persatu nama kami dipanggil dan disebutkan juga nama hewan yang menjadi penanda kamar. Namaku kemudian dipanggil oleh petugas resepsionis: "Yvonne! DOG!". Lantang. Semua menoleh.

Aku tertegun sambil menahan tawa. Sialan sekali hotel ini ya. Berharap-harap mendapatkan kamar bertanda NAGA, eh, turun pangkat menjadi Anjing. Tak urung kuterima bulatan kayu sebesar tutup gelas berukirkan Anjing yang baru saja dilepas dari kumpulan gantungan kunci berbentuk lingkaran di dinding latar belakang meja resepsionis.

Aku baru saja mendapat informasi, bahwa Phousi Hotel ternyata berada di seberang kanan Ancient Luang Prabang Hotel. Halamannya terlihat jelas dari pelataran Ancient. Leganya. Dengan mudah aku bisa menculik Baby kapanpun. Ternyata tidak sejauh yang aku kuatirkan sebelumnya

Kamar-kamar bertajuk hewan tadi bisa dicapai dengan menaiki tangga kayu yang cukup tinggi. Jadi sebelum mengencangkan betis sambil membawa badan yang sudah letih kucel, aku memutuskan duduk sejenak di bangku kayu lobi Ancient sambil menyesap orange juice dingin, minuman selamat datang di siang panas terik Luang Prabang. Mari meneguk.

Gelas tiris. Aku mengikuti mas-mas roomboy yang sudah siap sedia mengangkat si merah menuju DOG room.



Tadinya sempat aku ingin menolak pertolongan mas-mas roomboy untuk membawakan koper. Tetapi setelah 3 seri tangga berkelok keatas sementara DOG room belum juga tampak, aku komat kamit mengucap syukur. Untuuuuuuuung ada roomboy yang angkat koper. Ternyata DOG room terletak di lantai 4, aku harus melewati 6 seri tangga berkelok. Huffft...huffft...atur nafas dulu...

Aku melayangkan pandang ke lantai dasar nun jauh disana.Olala. Nyaris tak terlihat. Sementara ini masih di tengah-tengah perjalanan. Aku menengadah menyaksikan mas-mas roomboy tanpa ragu menjinjing si merah menuju lantai empat dimana DOG room berada.




Stairs to DOG room | Photo: perempuancahaya

Aku melihat Rachel menepi di lantai dua, Moi Lee mendapatkan kamar Naga yang aku incar. Khartini merapat di lantai tiga, sementara aku harus memanjat dua seri tangga lagi.

Nah, ini sudah menjelang lantai empat. Pintu DOG room terletak di sisi kiri foto di bawah ini. Tinggal seputaran lagi lalu aku tiba.

Silau matahari menampar pipiku. Hawa panas menghembus kencang. Berhadap-hadapan dengan DOG room adalah balkon terbuka, dimana berjajar tiga kursi lipat kayu yang biasa digunakan di pinggir kolam renang. Kali ini dimanfaatkan sebagai kursi pijat.





Steep Way to DOG Room | Photo: perempuancahaya

Sempurna ! DOG room terletak di depan ruang pijat. Tidak sia-sia penderitaan mendaki lantai keempat, bila ternyata ada satu kelebihan yang dimiliki lantai ini.

Mas-mas roomboy sudah sampai terlebih dulu. Ia membuka daun kembar pintu kamar dan mendorong roda si merah ke balik pintu.

Setelah ia menyalakan pendingin ruangan serta menunjukkan letak kamar mandi, ia pamit turun kembali ke lobby.



Sekelebat aku meneliti seluruh isi kamar. Menarik. Dindingnya dipenuhi berbagai jenis kerajinan khas Laos. Taplak meja, tirai dan bedcover terbuat dari kain tenun tradisional. Aku hanya punya waktu 10 menit untuk membasuh wajah, membubuhkan bedak tipis-tipis. Rachel dan kawan-kawan menunggu di lobby. Saatnya menemukan spot makan siang di wilayah belum dikenal.

Oh, sebelum aku lupa. Perkenalkan, ini DOG Room dari dekat. Enjoy.


Ancient Luang Prabang, September 23,2012

No comments:

Post a Comment

copyright © . all rights reserved. designed by Color and Code

grid layout coding by helpblogger.com