Luang Prabang Airport


Setelah menahankan rasa terbakar sambil tersenyum-senyum sok sumringah di terik matahari Luang Prabang, bergegas aku melangkah cepat mendekati pintu kedatangan bandara mungil ini. Mataku disambut oleh pemandangan unik. Jajaran kubikel kayu berplitur, dimana petugas imigrasi berseragam hijau menanti kami mengantri.


Aku takjub menatap kesederhanaan Luang Prabang. Ketika yang lain kudengar mengeluh tentang betapa primitifnya Luang Prabang, aku justru hampir melonjak-lonjak kegirangan menemukan kota kecil cantik tapi menyimpan keindahan yang berbeda dari kota-kota yang pernah aku kunjungi.



Ada 5 kawan di depanku, sebelum akhirnya aku selesai melewati antrian pemeriksaan imigrasi. Di balik kubikel kayu berplitur, aku langsung berhadapan dengan roda berjalan yang sudah memuat beberapa koper dan kurasa sudah berputar-putar beberapa kali menunggu koper diambil oleh pemiliknya.



Weeeewww. Rasa ingin buang air kecil menundaku untuk menyambar koper merah ukuran sedang milikku dari atas roda karet berputar itu. Buru-buru aku menikung ke kiri memasuki toilet yang didominasi harum lemon grass. Kuhirup aromanya dalam-dalam sebelum beranjak keluar dan mengamankan koper merahku dari kerumunan koper-koper lain.


Kerepotan wajib berikutnya adalah menukarkan uang. Petunjuk logistik dari panitia pertemuan jelas-jelas menegaskan. Harus menukar uang di airport. Mungkin nilai tukarnya lebih manusiawi. Entahlah. Yang aku ingat, mata uang Laos bernama Kip. Kip. So Kip it simple.

Masing-masing kami sepakat menukarkan 50 USD. Sambil ingin tahu berapa banyak Kip yang didapat. Ternyata ada 480.000 ribu Kip lusuh yang aku terima dari petugas money changer. Nilai tukar Kip tidak jauh berbeda dengan Rupiah terhadap USD.

Laos Kip | Photo: Wikipedia

Nah, kaya gini ni si Kip. Karena tidak sempat memotret, saya pinjam foto Kip dari Wikipedia.

Beres dengan tukar menukar duit yang cuma segitu-nya. Kami sibuk dengan mobil jemputan yang berebut mengajak kami segera naik.

Mobil jemputan satu yang telah menunggu dari sejak awal kami menginjakkan kaki di airport berasal dari Phousi Hotel.

Mba-mba orang Laos berwajah manis khas oriental, menyodorkan daftar nama padaku. Aku bilang, aku tidak menginap di Phousi Hotel.

Ternyata hanya Baby dan Dalish yang terdaftar di Phousi Hotel. Sementara 8 orang lainnya termasuk aku, akan menginap di Ancient Luang Prabang Hotel.

Karena Phousi Hotel adalah hotel utama yang direkomendasikan pada mayoritas peserta pertemuan ATFOA ini, aku membayangkan, setidaknya hotel ini berfasilitas lebih lengkap atawa lebih mentereng daripada hotel tempat kami berdelapan bakal tinggal. Ah, siapa peduli pada hotel. Aku cukup senang bisa menginjak Luang Prabang. Walaupun tinggal di losmen gembel sekalipun

Aku jebloskan si merah ke bagasi mobil jemputan dua dari Ancient Luang Prabang Hotel. Aku melangkah masuk ke mobil seukuran Isuzu Elf dan mengambil posisi di deretan kedua di belakang sopir. Kuhembuskan nafas panjang sambil bersandar ke jok kulit hitamnya, sembari si Elf menggelinding perlahan meninggalkan airport.

Aku menghirup aroma petualangan. Kota warisan budaya dunia. Luang Prabang... Luang Prabang...

Luang Prabang Airport



1 comment:

copyright © . all rights reserved. designed by Color and Code

grid layout coding by helpblogger.com